Keberpihakan Kementerian Luar Negeri Terhadap Petani Skala Kecil Indonesia

By Admin

nusakini.com--“International Cocoa Agreement harus memuat semangat dari Sustainable Development Goals dimana salah satunya adalah pengentasan kemiskinan dan oleh karenanya harus lebih berpihak kepada petani biji kakao" tegas Tri Purnajaya, Direktur Perdagangan, Komoditas, dan Kekayaan Intelektual, Kementerian Luar Negeri, selaku Ketua Delegasi Indonesia dalam Video Confence negosiasi amandemen Perjanjian Internasional Biji Kakao (International Cocoa Agreement).  

Video Conference yang difasilitasi oleh Sekretariat International Cocoa Organization (ICCO) dan diikuti oleh perwakilan negara-negara produsen maupun konsumen biji kakao. Indonesia sendiri terpilih sebagai salah satu negara yang mewakili suara negara-negara produsen. Sementara negara-negara konsumen diwakili oleh Uni Eropa dan Russia.  

ICCO merupakan suatu organisasi antar-pemerintah yang didirikan pada tahun 1973 untuk mempertemukan antara negara produsen dengan negara konsumen biji kakao. ICCO bertujuan untuk memastikan keberlanjutan industri global biji kakao melalui implementasi Perjanjian Internasional Biji Kakao. Perjanjian ini lah yang mengatur hubungan antara negara produsen dan konsumen biji kakao dunia sehingga dapat dikatakan sebagai fondasi dari pasar biji kakao dunia.  

Terkait dengan hal tersebut, Indonesia, sebagai salah satu produsen biji kakao terbesar ketiga di dunia, selalu menyuarakan amandemen terhadap Perjanjian Internasional Biji Kakao agar lebih berpihak terhadap kepentingan para petani kakao. Aspirasi ini akan terus diperjuangkan dengan dimulainya proses amandemen International Cocoa Agreement yang disepakati pada Pertemuan ke-13 Komite Administrasi dan Keuangan ICCO di Berlin awal tahun ini.  

Biji kakao merupakan salah satu komoditas pertanian unggulan Indonesia. 97 persen perkebunan kakao di Indonesia dimiliki oleh petani skala kecil yang kurang lebih berjumlah 2 juta orang. Berdasarkan data yang dirilis oleh ICCO, Indonesia memproduksi sebanyak 450 ribu ton biji kakao setiap tahunnya dimana lebih dari setengahnya diekspor ke negara-negara lain.

Oleh karenanya, Kementerian Luar Negeri berkomitmen kuat untuk memperjuangkan nasib para petani Indonesia melalui negosiasi amandemen International Cocoa Agreement demi lebih terjaminnya kepentingan petani kakao Indonesia. ​ 

Adapun kepentingan-kepentingan petani kakao Indonesia yang diperjuangkan oleh Delegasi Indonesia dalam negosiasi ini antara lain adalah penghapusan hambatan tarif biji kakao asal Indonesia dan regulasi terkait kandungan logam tanah biji kakao oleh Uni Eropa.

Selain itu, Delegasi Indonesia juga memperjuangkan suatu skema bantuan teknis pengembangan kapasitas bagi para petani kakao Indonesia guna peningkatan produktivitas. Melalui rangkaian negosiasi ini, sebanyak 65 pasal yang terkandung dalam International Cocoa Agreement akan ditinjau ulang. Adapun pertemuan berikutnya dijadwalkan pada awal bulan September 2018. (p/ab)